FIQH MUAMALAT
Maysir Dan Gharar
DISUSUN OLEH:
§
Jamanah
(5554150021)
§
Nopiyanti
(5554150004)
§
Siti
unsiah (555415
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN AJARAN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Fiqh Muamalat hukumnya, semua aktifitas itu pada awalnya
adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul
fiqhnya. Fiqh Muamalat pada awalnya mencakup semua aspek permasalahan yang
melibatkan interaksi manusia, seperti pendapat Wahbah Zuhaili, hukum muamalah
itu terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara,
perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi,
sekarang Fiqh Muamalat dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya
pada hukum yang terkait dengan harta benda.
Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim
tidak pernah terlepas dari kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhannya. Maka dikenallah objek yang dikaji dalam fiqh muamalat, walau para
fuqaha (ahli fiqih) klasik maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum
fiqh muamalah membahas hal berikut : teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep
kepemilikan, teori akad, bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli,
sewa-menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama bidang
pertanian, pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang,
garansi, pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait
dengan kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa
izin), merusak, barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan
sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).
Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam
fiqh muamalat, ada prinsip dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5
hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan
berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang
dilakukan sah atau tidak, yaitu Maysir, Gharar.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud Maisyir ?
2.
Apa pengertian Gharar ?
3 Sebutkan dalil – dalil yang mengharamkan Maisir ?
4 Apakah perbedaan antara Maisir dan Gharar ?
1.3 Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian Maisyir
2.
Untuk Mengetahu pengertian Gharar
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Maysir
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam
al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti perjudian.
Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan
oleh dua pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu
pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan
suatu tindakan atau kejadian tertentu”.
Agar bisa dikategorikan judi maka harus ada 3 unsur untuk dipenuhi:
a.
Adanya taruhan
harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi.
b.
Adanya suatu
permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang dan yang kalah.
c.
Pihak yang menang
mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang menjadi taruhan, sedangkan pihak
yang kalah kehilangan hartanya
Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam
mahupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali,
mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya mencuba-cuba) di samping
sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa
yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan.
Melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori Definisi berjudi.
Perbedaan antara Gharar dan Maisir : Dalam membandingkan definisi gharar dan definisi maisir
secara istilah nampak ada bentuk kemiripan. Kalimat maisir dan qimar lebih
khusus dari gharar sebab tidaklah diragukan bahwa maisir dan qimar itu adalah
gharar. Karena itu para ulama setiap maisir adalah gharar dan tidak setiap
gharar adalah maisir. Contoh : Menjual
pohon yang belum jelas hasilnya adalah gharar tapi tidak bisa di golongkan
maisir.
2.2 Hukum
Al-Maysir
Al-Quran secara terang-terangnya mengutuk perlakuan tersebut. Oleh yang
demikian, niat tidak menghalalkan cara yang mana berjudi untuk membantu orang
yang memerlukan adalah tidak membawa kepada alasan yang kukuh untuk menerima
ganjaran daripada perjudian (maisir). Perbedaan antara perjudian dan gharar di
dalam transaksi ialah telah mengurangkan, dan oleh itu ahli ekonomi telah
menyedari akan struktur pada kedua-duanya. Menurut pendapat Ahli Ekonomi
Goodman (1995): Pertambahan peningkatan bagi bisnes perjudian di dalam beberapa
tahun dilihat melebarkan banyak masalah di dalam Ekonomi Amerika terutamanya kecenderungan
perkembangan mengendalikan nasib ekonomi yang dilihat bertentangan dengan asas
kemahiran dan kerja sebenar.
(Perjudian)Al-maysir terlarang dalam syariat Islam, dengan dasar
al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’.Dalam al-Quran, terdapat firman Allah subhanahu
wa Ta’ala “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (Qs. Al-Ma’idah: 90)
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam Shahih al-Bukhari, “Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘Mari,
aku bertaruh denganmu.’ maka hendaklah dia bersedekah.” (Hr. Bukhari dan
Muslim)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ajakan
bertaruh–baik dalam pertaruhan atau muamalah sebagai sebab membayar kafarat
dengan sedekah, Ini menunjukkan keharaman pertaruhan. Demikian juga, sudah ada
ijma’ tentang keharamannya.Sedangkan dalam terminologi ulama, ada beberapa
ungkapan semua muamalah yang dilakukan manusia dalam keadaan tidak jelas akan
beruntung atau merugi sekali (spekulatif).
Contoh Maysirnya ketika sejumlah orang
masing-masing membeli kupon Togel dengan “harga” tertentu dengan menembak empat
angka. (Ini sebenarnya tindakan mengumpulkan wang taruhan). Lalu diadakan
undian –dengan cara tertentu– untuk menentukan empat angka yang akan keluar.
Maka, ini adalah undian yang haram, sebab undian ini telah menjadi bagian aktivitas
judi. Di dalamnya ada unsur taruhan dan ada pihak yang menang dan yang kalah di
mana yang menang mengambil materi yang berasal dari pihak yang kalah. Ini tak
diragukan lagi adalah karakter-karakter judi yang najis
2.3 Dalil – dalil Pengharaman
Maisir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ
وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ
وَعَنِصَّلاَةِفَهَأَنتمُّنتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS. Al-Ma`idah : 90-91)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS. Al-Ma`idah : 90-91)
Dan
dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersada :
مَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالأُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ بِشَيْءٍ
“Siapa yang berkata kapada temannya : “Kemarilah saya berqimar denganmu”,
مَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالأُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ بِشَيْءٍ
“Siapa yang berkata kapada temannya : “Kemarilah saya berqimar denganmu”,
Maka hendaknya ia bershadaqah”
Qimar
menurut sebagian ulama sama dengan maisir, dan menurut sebagian ulama lain
qimar hanya pada mu’amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan. Dan
hadits di atas menunjukan haramnya maisir/qimar dan ajakan
melakukannya dikenakan kaffarah (denda) dengan bershodaqoh.
2.4 Maysir Dalam Bisnis.
“Akad judi menurut Dr. Husain Hamid Hisan merupakan akad
gharar, karena masing-masing pihak yang berjudi dan bertaruh tidak
menentukan pada waktu akad, jumlah yang diambil atau jumlah yang ia berikan,
itu bisa ditentukan nanti, tergantung pada suatu peristiwa yang tidak pasti,
yaitu jika menang maka ia
mengetahui jumlah yang diambil, dan jika kalah maka ia mengetahui jumlah yang ia berikan”.
Undian
dapat dipandang sebagai perjudian dimana aturan mainnya adalah dengan cara
menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak.
Undian biasanya diadakan untuk menentukan
pemenang suatu hadiah.
Contohnya
adalah undian di mana peserta harus membeli sepotong tiket yang diberi nomor.
Nomor tiket-tiket ini lantas secara acak ditarik dan nomor yang ditarik adalah
nomor pemenang. Pemegang tiket dengan nomor pemenang ini berhak atas hadiah
tertentu.
“Judi dalam
terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua
pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu
tindakan atau kejadian tertentu”.
Judi
baik kecil ataupun besar, merupakan faktor
yang dominan atau faktor kecil dari sebuah transaksi hukumnya
adalah haram. Biasanya judi adalah merupakan untuk mendatangkan
uang yang diperoleh dari untung-untungan. Dan Pada jaman jahiliah, maysir
terdapat dalam dua hal yaitu :
·
Dalam permainan
dan atau perlombaan.
·
Dalam
transaksi bisnis/mu'amalat.
Dalam
peraturan Bank Indonesia No 7/46/PBI/2005 dalam
penjelasan pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa maysir adalah
transaksi yang mengandung perJudian,
untung-untungan atau spekulatif yang tinggi.
Beberapa dalil
yang menjelaskan keharaman berjudi adalah :
يَسْأَلُونَكَ عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِر ِ قُلْ فِيهِمَا
إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ
نَفْعِهِمَا [البقرة:219].
Mereka bertanya
kepadamu tentang khamr dan maysir, katakanlah bahwa didalamnya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat yang banyak, tetapi dosanya lebih banyak daripada
manfaatnya ( QS Al-Baqarah 2:219).
Jadi unsur perjudian merupakan salah satu dari ketiga hal
yang dilarangan paling mendasar dalam setiap muamalat/bisnis. Larangan
judi sering dijadikan alasan kritik atas praktek pembiayaan konvensional
seperti spekulasi, asuransi konvensional dan derivative.
2.5 Pengertian
Gharar
Gharar
menurut bahasa adalah khida’ ; penipuan. Dari segi terminologi : penipuan dan
tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang didalamnya diperkirakan tidak ada
unsur kerelaan. Sedangkan definisi menurut beberapa ulama :
a.
Imam Syafi’i
adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang
paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti (tidak dikehendaki).
b.
Wahbah
al-Zuhaili; penampilan yang menimbulkan kerusakan atau sesuatu yang tampaknya
menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.
c.
Ibnu Qayyim; yang
tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti
menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar.
Menurut Islam, gharar ini merusak akad. Demikian Islam menjaga
kepentingan manusia dalam aspek ini. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa larangan
gharar dalam bisnis Islam mempunyai peranan yang begitu
hebat dalam menjamin keadilan.
Gharar adalah suatu kegiatan bisnis yang tidak jelas
kuantitas, kualitas, harga dan waktu terjadinya transaksi tidak jelas.
Aktivitas bisnis yang mengandung gharar adalah bisnis yang mengandung risiko
tinggi, atau transaksi yang dilakukan dalam bisnis tak pasti atau kepastian
usaha ini sangat kecil dan risikonya cukup besar.
2.6 Kategori-Kategori Gharar
Menurut
mohd Bakir Haji Mansor, dalam bukunya Konsep-konsep syariah dalam perbamgkan
dan keuangan Islam menjelaskan ada 2 kategori gharar.[1][3] Kategori-kategori gharar yang perlu diketahui Yaitu
a. gharar fahish (ketidakjelasan yang keterlaluan);
Adalah
gharar yang berat dan dengannya dapat membatalkan akad. Gharar ini timbul dua
sebab:pertam,barang sebagai objek jual beli tidak ada dan kedua,barang boleh
diserahkan tetapi tidak sama spesifikasinya seperti yang dijanjikan
a.
gharar yasir
(ketidakjelasan yang minimum)
adalah gharar yang ringan,keberadaannya tidak membatalkan
akad. Sekiranya terdapat bentuk gharar semacam ini dalam akadjual beli, maka
jual beli tersebut tetap sah menurut syara’
2.7 Hukum
Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang.
Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu
Hurairah yang berbunyi. “Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.”
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan
harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang
lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya. “Artinya: Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah:
188)
“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(Qs. An-Nisaa: 29)
Ibnu Taimiyyah menjelaskan, dasar pelarangan jual beli
gharar ini adalah larangan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu (larangan) memakan
harta orang dengan batil. Begitu pula dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
beliau melarang jual beli gharar ini.
Pelarangan ini juga dikuatkan dengan pengharaman judi,
sebagaimana ada dalam firman Allah. “Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs.
Al-Maidah: 90)
Sedangkan jual-beli gharar, menurut keterangan Syaikh
As-Sa’di, termasuk dalam katagori perjudian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
sendiri menyatakan, semua jual beli gharar, seperti menjual burung di udara,
onta dan budak yang kabur, buah-buahan sebelum tampak buahnya, dan jual beli
al-hashaah, seluruhnya termasuk perjudian yang diharamkan Allah di dalam
Al-Qur’an.
2.8 Pentingnya
Mengenal Kaedah Gharar
Dalam
masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak
permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur
taruhan di dalamnya. Imam Nawawi mengatakan: “Larangan jual beli gharar
merupakan asas penting dari kitab jual-beli. Oleh karena itu Imam Muslim
menempatkannya di depan. Permasalahan yang masuk dalam jual-beli jenis ini
sangat banyak, tidak terhitung.”
2.9 Jenis
Gharar
Dilihat dari
peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari tiga sisi.
a.
Jual-beli barang
yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan
ternak).
b.
Jual beli barang
yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti pernyataan seseorang:
“Saya menjual barang dengan harga seribu ringgit,” tetapi barangnya tidak
diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “Aku jual keretaku ini
kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak
jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang:
“Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh ribu”, namun ukuran tanahnya tidak
diketahui.
c.
Jual-beli barang
yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau
jual beli kereta yang dicuri. Ketidak jelasan ini juga terjadi pada harga,
barang dan pada akad jual belinya.
Ketidak jelasan
pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam Dinar. Sedangkan
ketidak jelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun
ketidak-jelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 Dinar bila kontan
dan 20 Dinar bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai
pembayarannya.
Syaikh As-Sa’di
menyatakan: “Kesimpulan jual-beli gharar kembali kepada jual-beli ma’dum(belum
ada wujudnya), seperti habal al habalah dan as-sinin, atau kepada jual-beli
yang tidak dapat diserahterimakan, seperti budak
yang kabur dan
sejenisnya, atau kepada ketidak-jelasan, baik mutlak pada barangnya, jenisnya
atau sifatnya.”
2.10
Bentuk-bentuk
jual-beli gharar
Menurut ulama fikih, bentuk-bentuk gharar yang
dilarang adalah:
1.
Tidak ada
kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik
objek akad itu sudah ada maupun belum ada. Umpamanya menjual janin yang masih
dalam perut binatang ternak tanpa menjual induknya.
2.
Menjual sesuatu
yang belum berada di bawah penguasaan penjual. Apabila barang yang sudah dibeli
dari orang lain belum diserahkan kepada pembeli, maka pembeli itu belum boleh
menjual barang itu kepada pembeli lain.
3.
Tidak ada
kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual.
4.
Tidak ada
kepastian tentang tertentu dari barang yang dijual. Umpamanya penjual berkata:
“Saya menjual sepeda yang ada di rumah saya kepada anda”, tanpa menentukan
ciri-ciri seepeda tersebut secara tegas. Termasuk ke dalam bentuk ini adalah
menjual buah-buahan yang masih di pohon dan belum layak dikonsumsi.
5.
Tidak ada
kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar. Umpamanya: orang berkata
“Saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga berlaku hari ini”. Padahal
jenis beras juga macam-macam dan harganya tidak sama.
6.
Tidak ada
kepastian tentang waktu penyerahan objek akad. Umpamanya: setelah seseorang
meninggal. Jual-beli semacam ini termasuk gharar, karena objek akad
dipandang belum ada.
7.
Tidak ada
ketegasan bentuk transaksi, yaitu dua macam atau lebih yang berbeda dalam satu
objek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih waktu terjadi
akad. Umpamanya: Sebuah motor dijual seharga Rp. 10.000.000,- dengan harga
tunai dan Rp. 12.000.000- dengan harga kredit. Namun sewaktu terjadi akad,
tidak ditentukan bentuk transaksi mana yang akan dipilih.
8.
Tidak ada
kepastian objek akad, karena ada dua objek akad yang berbeda dalam satu
transaksi. Umpamanya; salah satu dari dua potong pakaian yang berbeda mutunya
dijual dengan harga yang sama.
9.
Kondisi objek
akad, tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi.
Umpamanya: menjual seekor kuda pacuan yang sedang sakit. Di dalamnya terdapat
jual-beli gharar, karena baik penjual maupun pembeli bespekulasi dalam
transaksi ini.
10.
Dalam transaksi
disebutkan kualitas barang yang berkualitas nomor satu, sedangkan dalam
realisasinya kualitasnya berbeda. Hal ini mungkin diketahui kedua belah pihak
(ada kerja sama) atau sepihak saja (pihak pertama).
11.
Jual-beli dengan
cara undian dalam berbagai bentuk.
12.
Mempermainkan
harga. Dalam transaksi, harga barang dicantumkan dua kali atau tiga kali lipat
dari harga pasaran.
13.
Cara lain adalah
menginport atau mengeksport barang, tidak sesuai dengan dokumen yang ada.
14.
Menyamakan barang
tiruan dengan asli seperti arloji, mas murni, dan imitasi dianggap sama, adalah
termasuk penipuan dalam jual-beli. Tentu masih banyak lagi contoh-contoh lain,
yang pada dasarnya ada mengandung unsur penipuan di dalamnya. Hal ini salah
satu sebab merusak ekonomi masyarakat dan kemorosotan moral dalam bermuamalah.
Dengan demikian tidak mendapat rahmat dari Allah.
2.11
Kriteria
Gharar Yang Diharamkan
Bai' al-Gharar adalah setiap jual beli
yang mengandung ketidak jelasan dan perjudian.Gharar dihukumi haram bilamana
terdapat salah satu kriteria berikut:
1.
Jumlahnya besar.
Jika gharar yang sedikit tidak
mempengaruhi keabsahan akad, seperti: pembeli mobil yang tidak mengetahui
bagian dalam mesin atau pembeli saham yang tidak mengetahui rincian aset
perusahaan.
Ibnu Qayyim berkata, "gharar dalam
jumlah sedikit atau tidak mungkin dihindari niscaya tidak mempengaruhi
keabsahan akad, berbeda dengan gharar besar atau gharar yang mungkin
dihindari".
Al Qarafi berkata, gharar dalam bai' ada 3 macam:
·
Gharar besar
membatalkan akad, seperti menjual burung di angkasa.
·
Gharar yang
sedikit tidak membatalkan akad dan hukumnya mubah, seperti ketidakjelasan
pondasi rumah atau ketidakjelasan jenis benang qamis yang dibeli.
·
Gharar sedang,
hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, apakah boleh atau tidak.Al Baji
berkata, "gharar besar yaitu rasionya dalam akad terlalu besar snehingga
orang mengatakan bai' ini gharar".
2.
Keberadaannya
dalam akad mendasar.
Jika gharar dalam akad hanya sebagai
pengikut tidak merusak keabsahan akad. Dengan demikian menjual binatang ternak
yang bunting, menjual binatang ternak yang menyusui dan menjual sebagian buah
yang belum matang dalam satu pohon dibolehkan. Walaupun janin, susu dan
sebagian buah tersebut tidakjelas, karena keberadaanya hanya sebagai pengikut.
3.
Akad yang
mengandung gharar bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak.
Jika suatu akad mengandung gharar dan
akad tersebut dibutuhkan oleh orang banyak hukumnya sah dan dibolehkan. Ibnu
Taimiyah berkata," mudharat gharar di bawah riba, oleh karena itu diberi
rukhsah (keringanan) jika dibutuhkan oleh orang banyak, karena jika diharamkan
mudharatnya lebih besar daripada dibolehkan". Dengan demikian dibolehkan
menjual barang yang tertimbun dalam tanah, seperti: wortel, bawang, umbi-umbian
dan menjual barang yang dimakan bagian dalamnya, seperti: semangka telur dan
lain-lain sekalipun terdapat gharar. Karena kebutuhan orang banyak untuk
menjual dengan cara demikian tanpa dibuka terlebih dahulu bagian dalamnya atau
dicabut dari tanah.
4.
Gharar terjadi
pada akad jual-beli.
Jika gharar terdapat pada akad hibah
hukumnya dibolehkan.
Misalnya:
·
Seseorang
bersedakah dengan uang yang ada dalam dompetnya padahal dia tidak tahu berapa
jumlahnya. Atau seseorang yang menghadiahkan bingkisan kepada orang lain, orang
yang menerima tidak tahu isi dalam bingkisan tersebut, maka akadnya sah
walaupun mengandung gharar.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah
adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang
digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti perjudian.
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan
untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak
ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah
maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Perbedaan antara Gharar dan Maisir :
Dalam
membandingkan definisi gharar dan definisi maisir secara istilah nampak ada
bentuk kemiripan. Kalimat maisir dan qimar lebih khusus dari gharar sebab
tidaklah diragukan bahwa maisir dan qimar itu adalah gharar. Karena itu para
ulama setiap maisir adalah gharar dan tidak setiap gharar adalah maisir. Contoh : Menjual pohon yang belum jelas hasilnya adalah gharar
tapi tidak bisa di golongkan maisir.
3.2 Saran
Pembuat makalah mengharapkan kepada pembaca, agar
memberikan saran dan kritik serta menerapkan makalah ini menjadi acuan
untuk berlangsungnya interaksi kepada atasan dengan baik dan juga
bawahan, setelah membaca makalah ini agar dapat mengambil hal yang
positif, dan meninggalkan yang negatif. Semoga dengan adanya
makalah yang kami buat berjudul “gaharar dan maysir” ini dapat dipelajari oleh para teman teman dengan baik
dan sebagai penopang kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Wahid,Nazaruddim.2010. Sukuk
(memahami & membedah Obligasi pada
Perbankan Syariah).Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Anwar,Syamsul.2007. Hukum Perjanjian Syariah: Studi
tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers
Haroun,Nasroun.2000. Fiqh Muamalah,Jakarta: Gaya
Media Pratama,
M. Ali Hasan,2003
Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers,